Pages

Thursday, October 4, 2018

Konsumsi Daging Sapi Gencar Dipenuhi, Pemanasan Global pun Tertangani

Baru-baru ini, sebuah laporan ilmiah menyebut, sektor peternakan di Eropa telah melampaui batas aman hasilkan emisi gas rumah kaca, dilansir dari The Guardian. Desakan kurangi konsumsi daging untuk menghindari pertumbuhan populasi dan pendapatan global terhadap permintaan produk-produk berbasis daging.

Laporan ilmiah ini sejalan dengan seruan Greenpeace untuk mengurangi separuh jumlah konsumsi daging dan produksi susu pada tahun 2050. Pada tahun 2050 diperkirakan emisi gas rumah kaca akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri peternakan.

Lain halnya di Eropa, Indonesia justru sedang berupaya keras meningkatkan produksi daging merah (sapi) dan susu. Konsumsi daging sapi di Indonesia termasuk terendah di dunia. Masyarakat Indonesia mengonsumsi kurang dari 5 kilogram daging dalam setahun. Penyebab rendahnya konsumsi daging dipengaruhi pendapatan per kapita dan pengetahuan masyarakat yang minim betapa pentingnya protein hewani.

Data Meat and Livestock Australia (MLA), lembaga penelitian dan pengembangan serta pemasaran daging merah mencatat, tingkat pendapatan per kapita menentukan jumlah konsumsi daging masyarakat. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia masih di bawah 10.000 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 149 juta.

Jika dihitung, jumlah konsumsi daging sapi di bawah 5 kilogram atau sekitar 3 kilogram per tahun. Jumlah tersebut termasuk yang terendah di dunia. Sementara itu, tiga negara di dunia dengan konsumsi daging tertinggi diduduki Amerika Serikat (120 kg per tahun/orang), Kuwait (119,2 kg per tahun/orang), dan Australia (111,5 kg per tahun/orang), sesuai laporan Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Menyikapi isu konsumsi daging sapi dan perubahan iklim yang tengah menjadi perbincangan dunia, Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI Sugiono angkat bicara.

“Isu pangan dan lingkungan secara global (yang dikenal dengan istilah double pyramid) menempatkan produksi daging merah akan konsekuensi paling besar terhadap perubahan lingkungan. Namun, dari sisi pemenuhan protein, daging merah punya kontribusi paling tinggi dalam penyediaan protein hewani,” papar Sugiono melalui pesan singkat kepada Health Liputan6.com pada Selasa, 25 September 2018.

Populasi sapi (sapi potong, sapi perah) dan kerbau di Indonesia sebesar 18,53 juta ekor, menurut laporan Statistik Peternakan 2017. Dari jumlah populasi hewan ternak tersebut, Sugiono menegaskan, saat ini konsumsi daging sapi di Indonesia belum sepenuhnya dipandang sebagai ancaman serius. Apalagi ikut menyumbang emisi gas rumah kaca, yang berdampak pada perubahan iklim.

Walaupun begitu, sektor peternakan di Indonesia juga berupaya menerapkan peternakan yang ramah lingkungan. Salah satu contoh peternakan ramah lingkungan, seperti pemberian pakan yang mampu mengurangi gas metana yang dihasilkan dari hewan ternak. 

“Pada saat yang bersamaan, selain Indonesia berupaya meningkatkan produksi daging sapi dalam kerangka swasembada protein hewani juga ikut melakukan upaya-upaya wujudkan peternakan yang bersifat ramah lingkungan,” Sugiono melanjutkan.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com kalo berita kurang lengkap buka link disamping https://ift.tt/2IBI5vB

No comments:

Post a Comment