Pada Juni 1981, ketika Issei Sagawa belajar sastra di Sorbonne Academy di Paris, polisi Prancis menangkapnya atas dugaan kasus pembunuhan Renee Hartevelt, seorang mahasiswa Belanda berusia 25 tahun.
Dalam berita yang mengejutkan Jepang, anak tunggal dari salah satu konglomerat di Negeri Sakura itu mengaku telah memakan tubuh Hartevelt, sebagian di antaranya ditelan mentah dan sebagian lagi ia masak dengan bumbu.
Pengadilan Prancis akhirnya memutuskan untuk tidak menuntut Sagawa atas pembunuhan tersebut, karena kondisi mentalnya yang dinilai amat lemah.
Pada tahun 1984, ia akhirnya dideportasi ke Jepang. Sunday Mainichi memberikan liputan terperinci dalam terbitan 10 Juni 1984 dengan judul "Seventeen hours together with the man who ate the flesh of a beautiful woman", yang didasarkan pada transkrip perbincangan antara Sagawa dan sang wartawan selama penerbangan dari Paris ke Bandara Narita.
Saat ini, Sagawa yang merupakan kelahiran 26 April 1949, tinggal sendirian di sebuah apartemen kecil (1LDK) di Kota Kawasaki. Pada November 2013, ia menderita pendarahan otak dan membutuhkan bantuan darurat, yang kemudian diberikan oleh pengasuh atau saudara laki-lakinya.
Kala itu, Sagawa menceritakan bagaimana ia pertama kali berkenalan dengan Renee di Paris pada bulan Mei 1981. Pada tanggal 1 Juni, ia mengundang Renee ke apartemennya, di mana ia memasakkan sukiyaki untuk Renee. Pembunuhan itu terjadi di tempat yang sama 10 hari kemudian.
Menurut liputan Sunday Mainichi terbitan 5 Juli 1981, Sagawa ingin melamar Rene --yang kemudian ditolak-- karena dia sudah berkomitmen pada orang lain. Sagawa kemudian mengatakan kepada polisi bahwa ia mengambil senapan kaliber kecil yang ia simpan di laci lemari untuk perlindungan diri.
Tanpa pikir dua kali, Sagawa langsung menembak wanita malang itu dari belakang. Renee pun tewas seketika dengan luka tembak di kepala.
Sagawa telah menyembunyikan kelainan seksualnya sejak kecil, di mana ia belajar tentang kanibalisme dari dongeng. Ketika ia menyadari keinginannya untuk mengkonsumsi daging manusia, Sagawa tidak pernah berkonsultasi dengan psikiater.
Pada tahun 1972, sebelum pergi belajar di Paris, Sagawa didakwa melakukan percobaan pemerkosaan karena menerobos masuk ke apartemen seorang wanita Jerman di Tokyo. Namun, motifnya bukan karena seks.
"Jika saya menjalani terapi sejak saat itu, saya kira insiden di Paris mungkin tidak akan terjadi," kata Sagawa kepada Sunday Mainichi.
Hingga saat ini Sagawa tidak pernah menerima hukuman penjara atas seluruh kasus yang menjeratnya. Sang orangtua yang kaya raya terus mendukungnya secara finansial, dan dia bahkan sekarang menulis buku tentang kanibalismenya serta kisah hidupnya.
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com kalo berita kurang lengkap buka link disamping http://bit.ly/2M1uxew
No comments:
Post a Comment